Akhir-akhir ini perubahan di
bidang ekonomi mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama dalam lingkungan
perusahaan baik yang bergerak disektor bisnis maupun non bisnis. Hal tersebut
disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mampu mengikuti perubahan
tersebut agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain.
Begitu juga dengan rumah sakit,
rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa yang
memberikan pelayanan medis kepada masyarakat dalam upaya menaikkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia. Rumah sakit juga harus mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena rumah sakit adalah fasilitas
kesehatan yang padat dengan modal, ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan
peralatan yang mendukung kegiatan medis yang serba canggih.
Rumah sakit merupakan salah satu
organisasi yang tujuan utamanya bukan semata-mata untuk mendapatkan laba tetapi
lebih memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Sedangkan tujuan
dari organisasi seperti ini sangatlah komplek, sehingga tingkat outputnya sulit
di ukur. Tetapi bagaimanapun juga sebuah organisasi harus mengukur kinerjanya
agar efisien dan efektivitas organisasi tercapai, sehingga tujuan dan sasaran
organisasi dapat tercapai dan kebutuhan orang-orang didalam organisasi juga
dapat terpenuhi sehingga akan tercapai goal congruence. Untuk
mengukur kinerja pada rumah sakit tidak semudah mengukur kinerja pada
organisasi yang berorientasi pada profit. Karena untuk mengukur kinerja pada
organisasi yang tujuannya tidak untuk mencari laba kita harus memperhatikan
faktor sosial. Selain itu juga harus mempertimbangkan ukuran hasil dan ukuran
proses. Keberhasilan seorang manajer sebuah rumah sakit tidak hanya diukur dari
kemampuannya untuk mendapatkan laba yang tinggi atau kemampuannya untuk
menghemat biaya seminimal mungkin.
Sistem pengukuran kinerja yang
hanya berdasarkan pada aspek keuangan saja sering dikenal dengan sistem
pengukuran kinerja tradisional yang hanya mencerminkan keberhasilan sebuah
organisasi dalam jangka pendek tanpa memikirkan keberhasilan jangka panjang.
Pengukuran kinerja dari aspek keuangan mudah dimanipulasi sesuai dengan
kepentingan manajemen sehingga hasil pengukuran kinerja tradisional semacam ini
kurang tepat jika diterapkan dalam sebuah rumah sakit karena tujuan utama rumah
sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat. Selain itu dengan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan faktor
keuangan saja mengakibatkan banyaknya sumber daya manusia yang potensial yang
berada didalam rumah sakit tidak dapat diukur. Oleh karena itu, untuk mengukur
kinerja di dalam rumah sakit diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak
hanya mengukur aspek keuangan saja tetapi juga mempertimbangkan aspek non
keuangan seperti kepuasan konsumen, proses internal bisnis, dan
pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran kinerja ini disebut dengan Balanced
scorecard.
Rumah sakit sebagai
institusi pelayanan kesehatan dituntut mempunyai
profesionalisme dalam bidang medik dan manajemen. Sudah lazim setiap rumah
sakit menyusun Rencana Strategis selama ini, namun yang menggunakan
pendekatan Balanced scorecard masih terbatas. Balanced
scorecard memiliki keistimewaan dalam hal pengukuran kinerja yang
cukup komprehensif. Karena selain mempertimbangkan faktor kinerja
finansial, Balanced scorecard juga mempertimbangkan
kinerja non finansial. Disamping itu Balanced scorecardtidak
hanya mengukur hasil akhir tetapi juga aktivitas-aktivitas pembantu hasil
akhir. Balanced scorecard berusaha menterjemahkan misi
dan strategi perusahaan ke dalam tujuannya. Dengan keempat perspektif yang ada
pada Balanced scorecard diharapkan dari kegiatan karyawan dari
tingkat atas sampai dengan tingkat bawah mengetahui apa misi dan strategi
perusahaannya. Karena Balanced scorecard bukan sebagai
pengendali perilaku tetapi lebih sebagai sarana komunikasi, informasi dan
proses belajar.
Dengan berdasarkan pada sistem
pengukuran kinerja Balanced scorecard, Kaplan mengungkapkan
pentingnya melihat aspek-aspek diluar aspek keuangan dalam rangka mencapai
keseimbangan dalam pengukuran kinerja. Usaha ini berkaitan dengan pihak-pihak
didalam dan diluar organisasi yang digunakan sebagai tolak ukur guna
mengimbangi Balanced scorecard yang berdimensi profitabilitas,
contohnya aspek keuangan, konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas
karyawan dan sebagainya.
Kinerja adalah suatu tampilan
keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan
hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996). Kinerja
merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh
tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan
referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang
diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas
manajemen dan semacamnya.
Kinerja adalah penentuan secara
periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan
oleh organisasi (Mulyadi dan Johny setyawan, 1999).
Penilaian kinerja dapat digunakan
untuk menekan perilaku yang tidak semstinya dan untuk merangsang serta
menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil
kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik
maupun ekstrinsik.
Dengan adanya penilaian kinerja,
manajer puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi
sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban
kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk
motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif
dan efisien.
Balanced scorecard merupakan
suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat
perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat
perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard menekankan
perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced scorecard dimaksudkan
untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton, 1996):
1. Bagaimana penampilan perusahaan
dimata para pemegang saham?. (perspektif keuangan).
2. Bagaimana pandangan para pelanggan
terhadap perusahaan ? (Perspektif pelanggan).
3. Apa yang menjadi keunggulan
perusahaan? (Perspektif proses internal).
4. Apa perusahaan harus terus menerus
melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan? (Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan).
Konsep balanced scorecard berkembang
sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Kapalan dan Norton,
1996 menyatakan bahwaBalanced scorecard terdiri dari kartu skor (scorecard)
dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk
mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan. Melalui
kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di masa depan dibandingkan
dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk
melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan.
Kata berimbang dimaksudkan untuk
menunjukkan bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek:
keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern. Oleh sebab itu personil harus mempertimbangkan keseimbangan antara
pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan
jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan yang bersifat
ekstern jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan.
Balanced scorecard memperkenalkan
empat proses manajemen yang baru, yang terbagi dan terkombinasi antara tujuan
strategik jangka panjang dengan peristiwa-peristiwa jangka pendek. Keempat proses
tersebut adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
1. Menterjemahkan visi, misi dan
strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja,
visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran
kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk
mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan
strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian
dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
2. Komunikasi dan Hubungan.
Balanced scorecard memperlihatkan
kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang
menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut
dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan
strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:
· Comunicating and educating
· Setting Goals
· Linking Reward to Performance
Measures
3. Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan
organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka.
Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang
mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang
lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk
mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan
tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar
untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk
diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan
secara menyeluruh.
4. Umpan Balik dan Pembelajaran.
Proses keempat ini akan
memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced
scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat
melaukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka
pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal
serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam
mengevaluasi strategi.
Tolok ukur balanced
scorecard terdiri dari empat perspektif, antara lain:
1) Perspektif Keuangan (finansial)
Perspektif keuangan tetap menjadi
perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar
dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi
yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari
tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif
keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh
Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
a) Berkembang (Growth)
Berkembang merupakan tahap pertama
dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan
memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki
potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang
manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru,
membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung
hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Perusahaan dalam tahap pertumbuhan
mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat
pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan
masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan
dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang,
dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk
growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari
konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
b) Bertahan (sustage stage)
Bertahan merupakan tahap kedua
yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi
dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini
perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya
apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan
kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional
secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei
jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya
tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
c) Panen (harvest)
Tahap ini merupakan tahap
kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest)
terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh
kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan
eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini
adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk
harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa
lalu.
2) Perspektif Pelanggan
Pada masa lalu seringkali
perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang
memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser
fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai
kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan
dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya.
Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati
atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen (Heppy
Julianto, 2000).
Tolok ukur kinerja pelanggan
dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997) yaitu Kelompok Inti dan
Kelompok Penunjang. Kelompok inti terdiri dari pangsa pasar, tingkat perolehan
para pelanggan baru, kemampuan mempertahankan para pelanggan lama, tingkat
kepuasan pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan. Sedangkan kelompok
penunjang meliputi atribut-atribut produk (fungsi, harga, mutu), hubungan
dengan pelanggan; citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya di
mata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
3) Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Kaplan dan Norton 1996,
dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal
yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses
internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam
proses bisnis internal meliputi:
a) Inovasi
Inovasi yang dilakukan dalam
perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap
inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama
waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika
dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang
berhasil dikembangkan.
b) Proses Operasi
Tahapan ini merupakan tahapan
dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara
lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat
kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma,
frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan,
banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan
biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi
per kegiatan produksi.
c) Proses Penyampaian Produk atau
Jasa pada Pelanggan
Aktivitas penyampaian produk atau
jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penuimpanan dan pendistribusian
produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan
manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan
pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku
cadang, dan perbaikan pembayaran.
4) Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Perspektif keempat dalam balanced
scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar
berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah
menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif
sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis
internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang,
sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja
yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan
investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
a) Karyawan
Hal yang perlu ditinjau adalah
kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat
kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa
elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan,
pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan
kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja
merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi,
perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai
produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.
b) Kemampuan Sistem Informasi
Perusahaan perlu memiliki prosedur
informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering
digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan
tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.