BALANCED SCORECARD

Akhir-akhir ini perubahan di bidang ekonomi mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama dalam lingkungan perusahaan baik yang bergerak disektor bisnis maupun non bisnis. Hal tersebut disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mampu mengikuti perubahan tersebut agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain.
Begitu juga dengan rumah sakit, rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa yang memberikan pelayanan medis kepada masyarakat dalam upaya menaikkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Rumah sakit juga harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat dengan modal, ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan peralatan yang mendukung kegiatan medis yang serba canggih.
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang tujuan utamanya bukan semata-mata untuk mendapatkan laba tetapi lebih memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Sedangkan tujuan dari organisasi seperti ini sangatlah komplek, sehingga tingkat outputnya sulit di ukur. Tetapi bagaimanapun juga sebuah organisasi harus mengukur kinerjanya agar efisien dan efektivitas organisasi tercapai, sehingga tujuan dan sasaran organisasi dapat tercapai dan kebutuhan orang-orang didalam organisasi juga dapat terpenuhi sehingga akan tercapai  goal congruence. Untuk mengukur kinerja pada rumah sakit tidak semudah mengukur  kinerja pada organisasi yang berorientasi pada profit. Karena untuk mengukur kinerja pada organisasi yang tujuannya tidak untuk mencari laba kita harus memperhatikan faktor sosial. Selain itu juga harus mempertimbangkan ukuran hasil dan ukuran proses. Keberhasilan seorang manajer sebuah rumah sakit tidak hanya diukur dari kemampuannya untuk mendapatkan laba yang tinggi atau kemampuannya untuk menghemat biaya seminimal mungkin.
Sistem pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan saja sering  dikenal dengan sistem pengukuran kinerja tradisional yang hanya mencerminkan keberhasilan sebuah organisasi dalam jangka pendek tanpa memikirkan keberhasilan jangka panjang. Pengukuran kinerja dari aspek keuangan mudah dimanipulasi sesuai dengan kepentingan manajemen sehingga hasil pengukuran kinerja tradisional semacam ini kurang tepat jika diterapkan dalam sebuah rumah sakit karena tujuan utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Selain itu dengan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan faktor keuangan saja mengakibatkan banyaknya sumber daya manusia yang potensial yang berada didalam rumah sakit tidak dapat diukur. Oleh karena itu, untuk mengukur kinerja di dalam rumah sakit diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur aspek keuangan saja tetapi juga mempertimbangkan aspek non keuangan seperti kepuasan  konsumen, proses internal bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran kinerja ini disebut dengan  Balanced scorecard.
Rumah sakit sebagai   institusi   pelayanan kesehatan dituntut  mempunyai  profesionalisme dalam bidang medik dan manajemen. Sudah lazim setiap rumah sakit menyusun Rencana Strategis selama  ini, namun yang menggunakan pendekatan Balanced scorecard masih terbatas. Balanced scorecard memiliki keistimewaan dalam hal pengukuran kinerja yang cukup komprehensif. Karena selain mempertimbangkan  faktor kinerja finansial,  Balanced scorecard juga mempertimbangkan kinerja non finansial. Disamping itu  Balanced scorecardtidak hanya mengukur hasil akhir tetapi juga aktivitas-aktivitas pembantu hasil akhir.  Balanced scorecard berusaha menterjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuannya. Dengan keempat perspektif yang ada pada Balanced scorecard diharapkan dari kegiatan karyawan dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah mengetahui apa misi dan strategi perusahaannya. Karena Balanced scorecard bukan sebagai pengendali perilaku tetapi lebih sebagai sarana komunikasi, informasi dan proses belajar.
Dengan berdasarkan pada sistem pengukuran kinerja  Balanced scorecard, Kaplan mengungkapkan pentingnya melihat aspek-aspek diluar aspek keuangan dalam rangka mencapai keseimbangan dalam pengukuran kinerja. Usaha ini berkaitan dengan pihak-pihak didalam dan diluar organisasi yang digunakan sebagai tolak ukur guna mengimbangi Balanced scorecard yang berdimensi profitabilitas, contohnya aspek keuangan,  konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya.
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996). Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan Johny setyawan, 1999).
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semstinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Dengan adanya penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton, 1996):
1.       Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham?. (perspektif keuangan).
2.       Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan ? (Perspektif pelanggan).
3.       Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (Perspektif proses internal).
4.       Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan? (Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).

Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Kapalan dan Norton, 1996 menyatakan bahwaBalanced scorecard terdiri dari kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan.
Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh sebab itu personil harus mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan yang bersifat ekstern jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.
Balanced scorecard memperkenalkan empat proses manajemen yang baru, yang terbagi dan terkombinasi antara tujuan strategik jangka panjang dengan peristiwa-peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah (Kaplan dan Norton, 1996):

1.       Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.

2.       Komunikasi dan Hubungan.
Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:
·         Comunicating and educating
·         Setting Goals
·         Linking Reward to Performance Measures

3.       Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.

4.       Umpan Balik dan Pembelajaran.
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melaukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi.

Tolok ukur balanced scorecard terdiri dari empat perspektif, antara lain:
1)       Perspektif Keuangan (finansial)
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
a)      Berkembang (Growth)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
b)      Bertahan (sustage stage)
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
c)       Panen (harvest)
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
2)      Perspektif Pelanggan
Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen (Heppy Julianto, 2000).
Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997) yaitu Kelompok Inti dan Kelompok Penunjang. Kelompok inti terdiri dari pangsa pasar, tingkat perolehan para pelanggan baru, kemampuan mempertahankan para pelanggan lama, tingkat kepuasan pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan. Sedangkan kelompok penunjang meliputi atribut-atribut produk (fungsi, harga, mutu), hubungan dengan pelanggan; citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya di mata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
3)      Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Kaplan dan Norton 1996, dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:

a)      Inovasi
Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan.

b)      Proses Operasi
Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.

c)       Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan
Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penuimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.

4)      Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dalam balanced scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996):

a)      Karyawan
Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.

b)      Kemampuan Sistem Informasi
Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.


AKREDITASI RUMAH SAKIT

Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia adalah suatu program yang dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS), sebuah badan yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk menyusun standar akreditasi, melakukan proses akreditasi dan memberikan sertifikat akreditasi kepada rumah sakit-rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan standar akreditasi yang disusun oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS).
Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang telah dilakukan. Tujuan dari akreditasi rumah sakit ini adalah agar kualitas diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem pelayanan rumah sakit (Depkes RI).
Akreditasi : Berdasarkan UU RI N0. 20/2003 Pasal 60 ayat (1) dan (3) ,akreditasi adalah kegiatan  yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Kriteria tersebut dapat berbentuk standar seperti yang termaktub dalam Pasal 35. ayat (1) yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi, stándar proses, stándar kompetensi lulusan, stándar tenaga kependidikan, stándar sarana dan prasarana, stándar pengelolaan, stándar pembiayaan, dan stándar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Menurut www.bahtera.org, akreditasi adalah pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu; pengakuan oleh suatu jawatan tentang adanya wewenang seseorang untuk melaksanakan atau menjalankan tugasnya.
Persiapan Akreditasi di rumah sakit dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok Kerja) untuk masing-masing bidang pelayanan, misalnya: Pokja Yan Gawat Darurat, Pokja Yan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Pokja-pokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian, yang disebut sebagai self assessment.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau ”mengukur” sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian masing-masing pelayanannya.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS) menganut sistem standar terbuka. Artinya, persyaratan-persyaratan mutu rumah sakit dapat diketahui oleh semua orang dan dapat diterapkan oleh semua rumah sakit, akan tetapi hanya KARS yang dapat memberikan sertifikat akreditasi. Seluruh standar akreditasi rumah sakit terbagi atas 16 bidang pelayanan. Setiap bidang pelayanan masing-masing terbagi lagi atas 7 standar sebagai berikut:
Standar 1. Falsafah dan Tujuan
Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan
Standar 3. Staf dan Pimpinan
Standar 4. Fasilitas dan Peralatan
Standar 5. Kebijakan dan Prosedur
Standar 6. Pengembangan Staff dan Program Pendidikan
Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Setiap standar diatas memuat parameter-parameter yang digunakan untuk menilai sebuah rumah sakit. Parameter-parameter ini mencantumkan standar mutu dan persyaratan untuk mencapai skor tertentu. Persyaratan dibagi dalam 6 tingkat yang diberi nilai dari 0 sampai 5 dengan 5 sebagai nilai tertinggi. Di bagian akhir dari parameter ada penjelasan mengenai dua hal: D.O. yang berarti Definisi Operasional. Disini dijelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam parameter ini; C.P. yang berarti Cara Pembuktian. Bagian ini menjelaskan cara untuk membuktikan bahwa parameter ini telah dipenuhi dan merupakan bagian yang digunakan oleh surveyor untuk menilai sebuah rumah sakit. Bagian ini terbagi atas tiga bagian yaitu Dokumentasi, Observasi dan Wawancara.
Dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang disyaratkan oleh standar akreditasi. Observasi adalah hal-hal yang harus diamati oleh surveyor untuk membuktikan bahwa standar telah dicapai. Wawancara adalah orang-orang dan/atau fungsi-fungsi organisasi yang harus diwawancarai atau topik-topik wawancaranya. Dan terakhir ada sebuah kotak tempat mencantumkan skor yang dicapai (www.rumondor.net).
Berdasarkan literatur luar negeri dan juga pengalaman KARS di Indonesia, manfaat yang diperoleh RS karena akreditasi adalah sebagai berikut:
1.       Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator);
2.       Peningkatan administrasi & perencanaan;
3.       Peningkatan koordinasi asuhan pasien;
4.       Peningkatan koordinasi pelayanan;
5.       Peningkatan komunikasi antara staf;
6.       Peningkatan sistem & prosedur;
7.       Lingkungan yang lebih aman;
8.      Minimalisasi risiko;
9.       Penggunaan sumber daya yang lebih efisien;
10.   Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi;
11.    Penurunan keluhan pasien & staf;
12.    Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya;
13.    Peningkatan moril dan motivasi;
14.    Re-energized organization;
15.    Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).

Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Keputusan Akreditasi adalah sebagai berikut:
 Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus);
Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % – <75 %,
tidak ada nilai < 60%,
Satu tahun disurvei/nilai lagi pelayanan yang nilainya di bawah 75%;
Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %,   3 tahun masa berlaku.
tidak ada nilai < 60%,

Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X berturut-turut lulus.

Indikator Mutu Rumah Sakit

Dengan kondisi persaingan yang semakin tinggi antar rumah sakit, setiap rumah sakit saling berpacu untuk memperluas pasarnya. Harapan adanya perluasan pasar secara langsung adalah meningkatnya penjualan sehingga rumah sakit akan memiliki lebih banyak konsumen (pasien). Namun, rumah sakit selaku produsen haruslah memahami bahwa semakin banyak konsumen maka rumah sakit akan semakin sulit memahami konsumennya secara teliti, terutama tentang suka atau tidaknya konsumen terhadap barang dan jasa yang ditawarkan beserta alasan-alasan yang mendasarinya.
Rumah sakit yang mampu bersaing dalam pasar adalah rumah sakit yang mampu menyediakan produk atau jasa berkualitas. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada kualitas pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar seluruh barang atau jasa yang ditawarkan akan mendapat tempat yang baik di mata masyarakat selaku konsumen dan calon konsumen.
Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif (Wiyono, 1999).
Berikut ini definisi-definisi mutu: Juran menyebutkan bahwa mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan; Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan; Deming mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar; Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya; Garvin dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Mengukur mutu pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.       Dapatkah mutu jasa pelayanan kesehatan diukur ?
2.       Apanya yang diukur ?
3.       Bagaimana mutu jasa pelayanan diukur ?
Untuk dapat memahami hal tersebut diatas perlu diketahui tentang pengertian indikator, kriteria, dan standar.
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur, contoh : petunjuk indikator atau tolok ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur.
Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Sebagai contoh, indikator struktur: Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan sebagainya), Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain, Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan, Metode berupa adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya; indikator proses berupa memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar; indikator outcomes merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti: Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.
Selanjutnya Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh: Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini adalah fenomena yang dapat dihitung.
Setelah kriteria ditentukan dibuatlah standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik, misalnya: panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 cm; berat badan bayi baru lahir yang sehat standar adalah 3 kg.
Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut.
Indikator mutu rumah sakit akan mencerminkan mutu pelayanan dari rumah sakit tersebut. Fungsi dari penetapan indikator tersebut antara lain sebagai alat untuk melaksanakan manajemen kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang. Jenis-jenis Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit:
Indikator Pelayanan Non Bedah, terdiri dari:
1.       Angka Pasien dengan Dekubitus;
2.       Angka Kejadian Infeksi dengan jarum infus.
3.       Angka Kejadian penyulit/infeksi karena Transfusi Darah.
4.       Angka Ketidak Lengkapan Catatan Medis.
5.       Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat.

Indikator Pelayanan, yang terdiri dari
1.       Angka Infeksi Luka Operasi.
2.       Angka Komplikasi Pasca Bedah.
3.       Waktu tunggu sebelum operasi  effektif.
4.       Angka Appendik normal.

Indikator Ibu Bersalin dan Bayi, terdiri dari
1.       Angka Kematian Ibu karena Eklampsia Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.
2.       Angka Kematian Ibu karena Perdarahan Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.
3.       Angka Kematian Ibu karena Sepsis Kasus Rujukan dan bukan Rujukan.
4.       Angka Kematian Bayi dengan BB Lahir <= 2000 gram Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.

Indikator Mutu Pelayanan Medis
1.       Angka infeksi nosokomial
2.       Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3.       Kematian pasca bedah
4.       Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5.       Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6.       NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7.       ADR (Anasthesia Death Rate)
8.      PODR (Post Operation Death Rate)
9.       POIR (Post Operative Infection Rate)

Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS
·         Unit cost untuk rawat jalan

·         Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
·         Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya

Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari
1.       Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien
2.       Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3.       Jumlah tindakan pembedahan
4.       Jumlah kunjungan SMF spesialis
5.       Pemfaatan oleh masyarakat
6.       Contact rate
7.       Hospitalization rate
8.      Out patient rate
9.       Emergency out patient rate

Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien
1.       Angka Kematian di IGD (IGD).
2.       Angka Perawatan Ulang (Rekam Medis).
3.       Angka Infeksi RS.
4.       Reject Analisis (Radiologi).
5.       Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet (Gizi).
6.       Angka Keterlambatan waktu pemberian makan (Gizi).
7.       Angka Kesalahan Pembacaan Hasil (laboratorium).
8.      Angka Waktu Penyelesain Resep (Farmasi).
9.       Angka Kesalahan Pemberian Obat (Farmasi).
10.   Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani (Farmasi).
11.    Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
12.    Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur

1.       BOR (Bed Occupancy Rate)
2.       BTO (Bed Turn Over)
3.       TOI (Turn Over Interval)
4.       ALOS (Average Length of Stay)
5.       Normal Tissue Removal Rate

1.       Surat pembaca di koran
2.       Surat kaleng
3.       Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
4.       Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS

1.       Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2.       Pasien diberi obat yang salah
3.       Tidak ada obat/alat emergensi
4.       Tidak ada oksigen
5.       Tidak ada alat penyedot lendir
6.       Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7.       Pemakaian obat tidak sesuai standar
8.      Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS dengan melibatkan semua staf SMF RS.